Komisi III Terima Masukan Komnas HAM Terkait Kematian Siyono
Ada tiga poin penting yang ingin diketahui Komisi III DPR RI terkait dengan tewasnya Siyono, salah seorang warga Klaten. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi III, Desmond J Mahesa saat membuka rapat dengar pendapat umumum (RDPU) dengan Komisi Nsional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham), PP Muhammadiyah, dan Kontras di ruang rapat Komisi III, Senayan Jakarta, Selasa (12/4).
“Disini yang ada tiga poin penting yang ingin diketahui, apakah betul Siyono seorang teroris sehingga harus ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror. Apakah betul Siyono tewas dalam sebuah perkelahiran karena melakukan perlawanan saat ditangkap dan diperiksa Densus 88? Dan apakah uang yang diberikan Densus 88 kepada keluarga Siyono sebagai tanggung jawab dan tindakan Densus 88 saat penanganan Siyono sebagai terduga teroris,”ungkap Desmond.
Menanggapi hal itu, Ketua Komnas HAM, Imdadun Rahmat mengatakan bahwa untuk menjawab pertanyaan pertama apakah Siyono merupakan seorang teroris atau tidak, hal itu hanya bisa dijawab oleh Densus 88. Dalam hal ini pihaknya hanya akan memaparkan dari sisi Hak Asasi Manusia berdasarkan hasil forensik yang telah dilakukan oleh 10 dokter, termasuk dokter dari Muhammaditah dan satu dokter forensic dari Polda Jawa Tengah.
Diungkapkan Imdadun, bahwa berdasarkan hasil forensik Siyono meninggal bukan karena kelelahan setelah melakukan perlawanan dengan Densus 88 sebagai mana yang dikatakan poihak kepolisian. Melainkan harena hantaman benda tumpul yang akhirnya membuat tulang rusuknya patah.
“Kematian Siyono akibat benda tumpul yang terjadi pada rongga dada. Patah tulang dibagian kiri, ada lima ke dalam. Tulang dada dalam kondisi patah yang kemudian menusuk kea rah jantung. Dari hasil autopsy juga ditemukan luka di bagian kepala. Disini Tim dokter tidak menemukan ada indikasi Siyono melakukan perlawanan,”jelas Imdadun. Dengan demikian lanjutnya, Komnas HAM meyakini bahwa dalam kasus kematian Siyono telah terjadi pelanggaran HAM saat Siyono masih hidup.
Sementara itu Politisi dari Fraksi Partai Gerinda, Desmond mengatakan apa yang dituntut keluarga korban ini tentu bukan semata agar kasus serupa tidak terulang lagi, ataupun kasus ini berakhir hanya pada sidang etik. Hal ini sejatinya sebuah tragedi nasional sebagai wajah penegakan hukum di Indonesia. Ini merupakan kesalahan pemerintah yang tidak memberikan perlindungan kepada masyarakat. Harus ada sanksi atau hukuman terhadap para pelaku jika hal itu terbukti sebuah pelanggaran HAM.
“Dengan begitu kami akan mengagendakan pertemuan dengann BNPT (Badan nasional penanggulangan teroris) Rabu 13 April. Disusul Rabu depannya dengan Kapolri beserta jajaranya. Jika memang kemudian terdapat perbedaan keterangan antara Kapolri dan Komnas HAM, kami akan membentuk Panja guna menyelidiki kebenaran yang ada,”pungkas Desmond. (Ayu), foto: andry/hr.